Kimiawan: Busa Deterjen dimata Kimiawan

Kamis, 17 Desember 2009

Busa Deterjen dimata Kimiawan

Peranan sabun, baik itu sabun mandi ataupun sabun cuci sudah menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia karena setiap hari semua orang mencuci dan mandi. Bagi orang awam, sabun adalah bahan yang digunakan sebaga pembersih kotoran dan salah satu contohnya adalah deterjen. Sebagai salah satu jenis bahan pembersih, deterjen merupakan buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah dengan bahan kimia lainnya seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi.  Pengen tahu perkembangan dari Deterjen? Yuk kita baca sama-sama...

Pada sekitar tahun 1960-an, deterjen generasi awal muncul menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang memiliki kemampuan menghasilkan busa yang pada waktu itu bahkan sampai sekarang diyakini memiliki peranan untuk menghilangkan kotoran secara efektif. Namun dari beberapa penelitian, disimpulkan bahwa ABS justru cenderung bersifat sebagai pencemar karena sifatnya yang sulit diurai oleh mikroorganisme di permukaan tanah. Akhirnya diketemukan senyawa baru yang lebih ramah lingkungan dan memiliki tingkat efektifitas yg lebih tinggi untuk menghilangkan kotoran, yaitu Linier Alkyl Sulfonat (LAS).

Di sebagian besar negara di dunia, terutama negara maju, penggunaan ABS telah dilarang dan harus diganti dengan LAS. Hal ini dikarenakan sifat ABS tadi yang cenderung kurang ramah terhadap lingkungan. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim/pasta dan busanya melimpah. Adanya busa yang melimpah inilah yang diyakini banyak pihak sebagai penyebab keengganan pihak produsen sabun untuk beralih bahan baku dari ABS menjadi LAS. Hal ini cukup lumrah dikarenakan masyarakat Indonesia yang lebih percaya bahwa semakin banyak busa yang dihasilkan, hasil cucian akan semakin bersih. Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang melimpah menunjukkan daya kerja deterjen adalah menyesatkan. Jadi, proses pencucian tidak bergantung ada atau tidaknya busa atau sedikit dan banyaknya busa yang dihasilkan. Kemampuan daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci dengan air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian berwarna, sebaiknya jangan menggunakan air hangat/panas. Hal itu hanya akal-akalan dari pihak produsen karena dengan begitu mereka akan tetap bisa memproduksi sabun dengan bahan baku yang relatif lebih murah. Jadi bisa disimpulkan bahwa efektifitas suatu sabun/ deterjan bukan bergantung dari seberapa besar busa yang dihasilkan. :)